Setiap Orang Punya Kemampuan untuk Meramal

kemampuan untuk meramal
Ilustrasi kemapuan otak manusia
Tiap hari, alam bawah sadar manusia membuat ribuan ramalan kecil, mulai dari kapan bus akan tiba, siapa yang mengetuk pintu hingga gelas yang jatuh akan pecah.

Kini, para ilmuwan mulai menguak bagaimana otak bisa sebegitu mengejutkan menjadi peramal akurat meski hanya untuk meramalkan kejadian biasa atau duniawi. Bagaimana bisa?
Peneliti Washington University di St Louis fokus pada sistem dopamine otak tengah (MDS) yang menyediakan sinyal pada sisa bagian otak lain ketika ada hal tak diinginkan terjadi.
Menggunakan functional MRI (fMRI), peneliti menemukan, sistem ini mengkodekan kesalahan prediksi ketika orang terpaksa memilih apa yang akan terjadi selanjutnya dalam sebuah video kejadian sehari-hari.

Kepala peneliti Jeffrey Zacks mengatakan, meramalkan masa depan merupakan hal yang vital dalam mengarahkan perilaku. Selain itu, kemampuan ini merupakan komponen kunci teori persepsi, pemrosesan bahasa dan pembelajaran.

Sangat penting mampu melarikan diri ketika seekor singa siap menerkam Anda namun akan jauh lebih penting untuk bisa menghindari singa itu sendiri sebelum hewan buas itu menerkam, ujarnya. �Keuntungan adaptif ini tampak sedikit di atas horizon,� lanjutnya.

Hasil riset ini juga bisa digunakan membantu mereka yang berada pada tahap awal penyakit saraf, seperti skizofrenia, Alzheimer dan Parkinson, ujar Zacks. Para ilmuwan menguji relawan muda yang sehat dengan menunjukkan film tentang peristiwa sehari-hari pada mereka, seperti mencuci mobil, membangun model Lego atau mencuci pakaian. Film ini akan diamati untuk beberapa waktu kemudian dihentikan.

Para partisipan kemudian diminta memprediksi apa yang akan terjadi lima detik kemudian ketika film tersebut kembali dimulai dengan memilih gambar yang menunjukkan apa yang akan terjadi. Selama setengah durasi, film dihentikan tepat sebelum batas acara saat adegan baru saja akan dimulai. Sisi setengah durasi lainnya, film dihentikan di tengah-tengah suatu adegan.

Para peneliti menemukan, sebanyak lebih dari 90% partisipan benar dalam memprediksi kegiatan dalam acara tersebut namun kurang dari 80% partisipan benar dalam memprediksi batas keseluruhan acara. Selain itu, mereka juga kurang yakin dengan prediksi mereka.
Zacks mengatakan, �Ini merupakan titik di mana partisipan mencoba sebisa mereka untuk memprediksi masa depan. Hal ini akan lebih sulit untuk memprediksi batas acara, dan mereka sadar mereka mengalami kesulitan�.

Ketika film dihentikan, para partisipan menuju ke saat kesalahan prediksi mulai bermunculan. Artinya, mereka seolah mengetahui kemungkinan adanya kesalahan sedang terjadi.
�Dan hal itu menggoyahkan kayakinan mereka. Mereka berpikir, �Apakah saya benar-benar mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya?�,� lanjutnya. Dalam percobaan fMRI, para peneliti melihat aktivitas yang signifikan di beberapa daerah pertengahan otak.

Termasuk substansia nigra atau �lantai dasar sistem sinyal dopamin� dan dalam satu set inti yang disebut striatum. Substansia nigra merupakan bagian otak yang paling terpengaruh Parkinson yang penting untuk mengendalikan gerak dan membuat keputusan adaptif.

Aktivitas otak dalam percobaan ini diungkap fMRI pada dua titik kritis, yakni pada saat subyek mencoba membuat pilihan, dan segera setelah umpan balik apakah jawaban mereka benar atau salah.
Zacks mengatakan, �Saat kita menyaksikan kegiatan sehari-hari terungkap di sekitar kita, kita akan membuat prediksi mengenai apa yang akan terjadi beberapa detik sesudahnya. Sebagian besar waktu, prediksi ini benar�. Hasil riset ini diterbitkan dalam Journal of Cognitive Neuroscience.