Kertas pada Pemilu 2014. |
Tapi lebih dari itu, banyak yang tidak terpikir oleh kita bahwa Pemilu tidak ramah lingkungan. Ya, di saat negara lain mencoba mengurang sampah, dan penggunaan kertas. Kita malah menghambur-hamburkannya. Tapi bagaimana saya bisa menyimpukan hal ini?
Tentu Anda bertanya-tanya dari mana Anda bisa mengambil kesimpulan seperti itu? Sebagai Panitia Pemungutan Suara (PPS) saya melihat, banyaknya penggunaan kertas yang sia-sia. Kertas yang digunakan sebagai surat suara terbilang cukup bagus, dengan kualitas yang tinggi. Mungkin hal ini bisa menghindari kerusakan surat suara. Namun di lain pihak, kertas ini hanya akan menambah sampah.
Belum lagi kertas suara yang tidak terpakai, harus disilang atau dicoret agar tidak dipakai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Tapi ini malah menambah beban bagi lingkungan. Penggunaan kertas dengan mencantumkan nomor urut calon legislatif, juga menambah ukuran kertas suara yang digunakan.
Ya, di saat orang-orang di seluruh dunia menginginkan perubahan untuk Bumi ini, kita malah mencemarinya dengan banyak limbah, dengan banyak pohon yang ditebang, dengan menyia-nyiakan kertas.
Lalu dampaknya apa? Kita selalu menyalahkan alam saat terjadi bencana, namun itu merupakan cara alam memperlihatkan kerusakan yang ada pada kita, manusia yang bisa berpikir dengan otak dan diyakini dengan hati. Kita sering lupa, betapa alam juga perlu kita jaga, bukan kita hancurkan, perlahan demi perlahan.
Lalu bagaimana dengan keturunan kita dua generasi yang akan datang? Apakah mampu menanggung akibat yang kita lakukan saat ini?
Pemerintah sebaiknya berpikir, untuk memulai menyederhanakan, mulai dari surat suara, bahkan hingga laporan yang bertumpuk dan membutuuhkan banyak kertas. Pemilu harusnya menjadi ajang perubahan, perubahan bagi Indonesia lebih baik, bukan hanya dari pimpinannya saja, tetapi lebih baik dan berdampak baik bagi lingkungan juga.